Makna Tarekat dalam Kehidupan Spiritual
Banten (babadbanten.com)
Seorang guru sufi yang telah wafat menyampaikan pesan yang mendalam kepada muridnya:
“Mad, nandur waluh nandur samangka, masang bubu masang waring.”
Pesan ini mengandung makna yang dalam tentang tarekat dan hubungan manusia dengan Allah Ta’ala. Menurut Syeikh Tubagus Fahman Arafat Rois JATMAN Wustho Banten, perkataan tersebut menggambarkan betapa pentingnya menanam kebaikan dan menjaga keikhlasan dalam setiap langkah spiritual.
Tarekat: Menanam Kebaikan untuk Menuai Manfaat
Proses Spiritualitas yang Menghasilkan Buah Manis
Tarekat diibaratkan seperti menanam biji yang akan tumbuh menjadi buah yang manis dan harum. Dalam hidup ini, siapa yang menanam kebaikan akan menuai hasil yang baik pula. Tarekat mengajarkan bahwa setiap amal yang kita lakukan dengan niat ikhlas akan menghasilkan buah yang membawa manfaat. Tanpa memulai dengan menanam, kita tidak akan pernah bisa menikmati hasilnya.
Tarekat: Sebagai Alat untuk Menangkap Kebaikan
Membuka Pintu Rohmat Allah Ta’ala
Selain itu, tarekat juga diibaratkan seperti memasang bubu, tempat segala kebaikan bisa masuk dan berkembang. Segala sesuatu yang datang dalam hidup kita, baik itu kebaikan maupun keburukan, sebenarnya merupakan bagian dari rahmat Allah Ta’ala. Kita harus selalu terbuka terhadap segala hikmah yang terkandung dalam setiap peristiwa. Bahkan, dalam keburukan pun ada pelajaran berharga yang akan membawa kita lebih dekat kepada-Nya.
Tarekat: Menjaga Kebaikan dengan Waring
Melindungi Diri dari Gangguan Hawa Nafsu
Lebih lanjut, tarekat dapat diibaratkan juga seperti memasang waring yang melindungi kebaikan-kebaikan tersebut. Waring menjaga agar kebaikan yang kita miliki tidak rusak oleh hawa nafsu kita sendiri. Sebagai umat yang selalu berusaha mendekatkan diri pada Allah Ta’ala, kita perlu menjaga hati dan pikiran agar tetap murni dari godaan dunia yang dapat menghalangi perjalanan spiritual kita. Wallahu’alam.