Catatan Sufi Syeikh Tubagus Fahman Arafat, Rois JATMAN Wustho Banten
Banten (babadbanten.com) – Di akhir zaman ini, ketika segalanya diukur dengan materi, tarekat menjadi kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Tarekat bukan sekadar jalan spiritual, tetapi juga cara untuk menjaga keselarasan antara jiwa dan dunia.
Makna Tarekat Sebagai Jalan Ruhaniyah
Tarekat ibarat akar dari pohon kehidupan. Semua cabang dan rantingnya berasal dari satu sumber yang sama. Dalam tarekat, tidak ada ruang untuk perdebatan, karena jalannya berpusat pada guru yang haqiqi, yaitu guru yang menjadi perantara menuju Allah Ta’ala. Hakikat bimbingan tersebut berasal langsung dari Allah, sedangkan guru hanya menjadi alat.
Dalam dunia tarekat, tidak diperlukan persaingan atau saling meninggikan diri. Setiap orang akan mendapatkan apa yang sesuai dengan kapasitas dan kecenderungannya. Tujuan utamanya adalah Allah, untuk meraih mahabbah (cinta), ridho-Nya, dan ma’rifat kepada-Nya.
Peran Guru dalam Tarekat
Guru dalam tarekat memiliki kedudukan penting. Namun, tidak semua ulama atau wali Allah dapat disebut mursyid. Mursyid terbagi menjadi dua: Mursyid Hissi (yang mendapatkan izin langsung dari gurunya secara zahir) dan Mursyid Maknawi (yang mendapatkan izin dari guru-guru tertingginya).
Guru bertugas memberikan bimbingan sesuai kebutuhan murid. Tugas ini meliputi memimpin doa, tausiah, memberikan keterangan tentang dzikir, hingga memandu khotaman atau perbai’atan. Semua itu dilakukan untuk memastikan murid tidak mengikuti keinginan nafsunya, melainkan menjalani bimbingan yang membawa mereka pada Allah.
Kesalahpahaman tentang Tarekat
Tarekat sering disalahpahami sebagai sekadar kajian akademis. Padahal, tarekat adalah praktik pengamalan yang hanya bisa dipelajari melalui guru yang haqiqi. Nilai-nilai yang dikejar dalam tarekat bukan bersifat akademis, melainkan ma’rifat kepada Allah.
Selain itu, tarekat juga bukan merupakan organisasi masyarakat (ormas). Tarekat adalah jalan menuju Allah. Karena itu, seorang murid wajib mencari guru yang tepat. Jika tidak memiliki guru, murid bisa tersesat mengikuti nafsunya.
Tarekat di Masa Penjajahan
Pada masa penjajahan, tarekat sering diamalkan secara rahasia. Hal ini dilakukan untuk melindungi umat dari pengawasan penjajah yang mencurigai ahli-ahli tarekat. Para wali Allah tidak takut kepada makhluk, tetapi mereka menjaga umat agar tidak menjadi korban penindasan.
Keharusan Mengikuti Bimbingan Guru
Seorang murid yang mengikuti tarekat harus mematuhi bimbingan gurunya. Guru yang haqiqi tidak akan mengarahkan murid pada hal-hal duniawi yang menipu. Sebaliknya, guru akan membimbing murid menuju Allah, memberikan istirahat bagi jiwanya, dan menjauhkan mereka dari kelelahan spiritual yang sia-sia.
Haji Fahman menyebutkan, “Seperti Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang memberikan nasihat berbeda-beda kepada setiap orang yang mendatanginya, guru dalam tarekat juga menyesuaikan bimbingan dengan kebutuhan masing-masing murid.”
Kesimpulan
Tarekat adalah jalan spiritual yang harus digelar di akhir zaman. Melalui bimbingan guru yang haqiqi, seorang murid dapat menjalani kehidupan yang seimbang dan penuh makna. Di tengah dunia yang serba materialistis, tarekat menjadi cahaya yang membawa manusia menuju Allah.
Wallahu’alam.