babadbanten.com Pandeglang
Catatan Sufi Syaikh Tubagus Fahman Arafat, Rois JATMAN Wustho Banten
Memahami Makna Mahabbah
Dua kisah berikut memberikan pelajaran mendalam tentang pentingnya mahabbah atau cinta. Meskipun seseorang membaca, berdzikir, dan mengamalkan hal yang sama, hasil akhirnya bisa berbeda. Kuncinya terletak pada mahabbah.
Kisah Pertama: Abdurrahman bin Muljam
Abdurrahman bin Muljam dikenal sebagai seseorang yang rajin berpuasa di siang hari, bangun malam untuk ibadah, dan hafal Al-Qur’an. Bahkan, Sayyidina Umar pernah memerintahkannya mengajar Al-Qur’an di Mesir dengan fasilitas rumah dan gaji.
Namun, mahabbah kepada Ahlul Bait Nabi tidak ada dalam hatinya. Karena itulah, ia tega membunuh Sayyidina Ali bin Abi Thalib, yang telah dijamin masuk surga.
Kisah Kedua: Syaikh Junaid Al-Baghdadi
Berbeda dengan kisah sebelumnya, Syaikh Junaid al-Baghdadi menunjukkan kerendahan hati yang luar biasa. Ketika berkumpul dengan para ulama di Makkah, setiap ulama memperkenalkan keahlian mereka. Ketika tiba gilirannya, ia berkata, “Saya hanya penjaga anjing.”
Dalam tradisi sufi, anjing melambangkan hawa nafsu. Pernyataan itu membuat para ulama yang hadir tertunduk malu, takut bahwa merekalah yang sebenarnya menjadi “anjing” hawa nafsu.
Mengapa Hasilnya Berbeda?
Abdurrahman bin Muljam adalah bagian dari kelompok Khawarij, pendukung Sayyidina Ali saat perang melawan Muawiyah bin Abi Sufyan. Namun, kelompok ini mengkhianati Ali dengan menusuknya dari belakang. Mereka hanya memahami Al-Qur’an sebatas teks, tanpa mendalami maknanya.
Sebaliknya, Syaikh Junaid al-Baghdadi adalah seorang sufi yang masyhur. Ia memahami Al-Qur’an tidak hanya dari teks, tetapi juga dari kedalaman makna dengan bimbingan para guru yang memiliki sanad ruhani yang tersambung hingga Rasulullah ﷺ.
Agama Tanpa Hakikat
Agama yang kosong dari hakikat akan kehilangan akar, layu dahannya, dan rusak buahnya. Hakikat hanya bisa diwariskan dari hati seorang guru sejati kepada muridnya, melalui silsilah ruhani yang tersambung kepada Rasulullah ﷺ.
Hakikat tidak dapat diperoleh kecuali dengan berkhidmat kepada seorang guru yang haqiqi dan bersuhbah dengan mereka yang memiliki kesempurnaan ruhani.
Tujuan Akhir: Mahabbah dan Ridha Allah
Pada akhirnya, perjalanan spiritual ini hanya memiliki satu tujuan: meraih mahabbah, ridha Allah, dan ma’rifat-Nya. Tanpa mahabbah, amalan sebesar apa pun akan kehilangan ruh dan maknanya.