Jakarta (babadbanten.com). Pada abad ke-17, ketika para bangsawan lebih memilih berkuasa dan berperang demi kejayaan kerajaan, ada satu pangeran yang memilih jalan berbeda. Dialah Pangeran Wangsakerta, putra ketiga Panembahan Girilaya dari Kesultanan Cirebon.
Berbeda dengan kedua kakaknya yang menjadi penguasa, Wangsakerta justru mengabdikan dirinya untuk ilmu pengetahuan. Ayahnya, sebelum wafat pada tahun 1662, memberinya tugas besar mengumpulkan dan menulis sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara. Tugas ini bukan sekadar menulis catatan biasa, melainkan menyusun dokumentasi sejarah yang komprehensif, yang kelak menjadi warisan berharga bagi generasi mendatang.
Wangsakerta tidak bekerja sendiri. Ia membentuk tim khusus, melibatkan para ahli, sejarawan, dan pujangga. Dengan tekun, ia mewawancarai narasumber, mengkaji naskah-naskah kuno, bahkan mengadakan lokakarya untuk memastikan keakuratan informasi. Seperti seorang ilmuwan masa kini, ia turun langsung ke lapangan, meneliti setiap detail dengan penuh ketelitian.
Dukungan terhadap proyek ambisius ini datang dari berbagai kerajaan besar. Sultan Sepuh I dari Cirebon, Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten, dan Sultan Amangkurat II dari Mataram memberikan restu dan dukungan penuh. Mereka menyadari pentingnya dokumentasi sejarah sebagai warisan berharga bagi masa depan Nusantara.
Salah satu karya monumentalnya, Pustaka Rajya-rajya I Bhumi Nusantara, menjadi jilid terakhir dari serangkaian buku yang ia susun. Naskah-naskah yang ditulisnya tersimpan di Perpustakaan Karaton Kasepuhan Cirebon, berjumlah sekitar 1.700 judul. Butuh waktu 21 tahun dari 1677 hingga 1698 bagi Wangsakerta untuk menyelesaikan karyanya. Sebuah dedikasi luar biasa yang menunjukkan betapa besar kecintaannya pada sejarah.
Namun, dengan segala ketekunan dan kerja kerasnya, Wangsakerta tetap rendah hati. Ia bahkan meminta maaf jika dalam penulisannya terdapat kekeliruan, menyadari bahwa sejarah adalah ilmu yang terus berkembang.
Hingga akhir hayatnya pada tahun 1720, Pangeran Wangsakerta terus berkarya, mengabdikan 43 tahun hidupnya untuk meneliti, menulis, dan menjaga warisan sejarah Nusantara. Namanya mungkin tidak setenar para raja atau panglima perang, tetapi kontribusinya bagi peradaban Nusantara tak ternilai harganya.
#SejarahNusantara
#PangeranWangsakerta
#WarisanBudaya
#KesultananCirebon
#LiterasiSejarah
kontributor : Pangeran Iip Ponto
editor soleh dan fitra
















