Perjalanan Putri Ong Tien ke Cirebon
Menurut Naskah Negara Kertabhumi, Putri Ong Tien Ni berlayar dari Tiongkok menuju Cirebon menggunakan kapal bernama Bantaleo. Perjalanan itu diiringi oleh empat puluh pengiring. Sebagian dari mereka memeluk Islam, sedangkan yang lain tetap beragama Buddha. Dua sosok penting turut serta dalam perjalanan tersebut, yaitu Senapati Li Gwan Cang dan nakhoda kapal Li Gwan Hien.
Setibanya di Cirebon, Putri Ong Tien menikah dengan Sunan Gunung Jati, seorang tokoh besar dalam penyebaran Islam di tanah Jawa.
Kehidupan Putri Ong Tien dan Sunan Gunung Jati
Dari pernikahannya dengan Sunan Gunung Jati, Putri Ong Tien melahirkan seorang putra. Sayangnya, anak tersebut meninggal dunia saat masih bayi di Luragung. Kehilangan ini membuat Putri Ong Tien sangat berduka.
Sebagai bentuk pelipur lara, ia mengangkat Raden Kemuning sebagai anak angkat. Raden Kemuning adalah anak dari Ki Ageng Luragung yang baru saja lahir. Sebagai tanda penghormatan, Putri Ong Tien memberikan sebuah bokor kuningan kepada Ki Ageng. Bokor tersebut adalah bawaan dari Tiongkok dan memiliki ukiran istimewa.
Bokor Kuningan: Simbol Sejarah yang Berharga
Bokor kuningan yang diberikan oleh Putri Ong Tien memiliki ukiran naga dalam posisi galak, dengan tulisan nama Hong Gie, Maharaja Dinasti Ming. Dalam ukiran tersebut, sang raja digambarkan tengah menunggangi kuda. Bokor ini menjadi salah satu peninggalan sejarah yang menandakan hubungan erat antara budaya Tiongkok dan Nusantara.
Penutup
Kisah perjalanan Putri Ong Tien dari Tiongkok ke Cirebon adalah bukti nyata hubungan lintas budaya yang telah terjalin sejak berabad-abad silam. Melalui pernikahannya dengan Sunan Gunung Jati, ia turut memberikan kontribusi penting dalam sejarah Islam di tanah Jawa sekaligus memperkaya warisan budaya Nusantara.
CC: Sejarah Cirebon
sumber tulisan grup WA DEKKAN