Masa Depan di Desa
Oleh Marwah Daud lbrahim
Jakarta , sabtu 29/03/2025 (babadbanten.com). Sedikitnya ada 40.000 tenaga kerja Indonesia telantar di Dumai menyusul pemulangan pencari kerja oleh pemerintah Malaysia (Media Indonesia, 13/9/2000). Masya Allah apa yang terjadi terhadap bangsa saya ini, pikir Indah. Tahun 1979 lalu ketika ia KKN (kuliahkerja nyata) di Sulsel, sebuah desa kecil nyaris tak memiliki lelaki dewasa. “Suami, anak, dan menantu laki-laki saya semua ke Malaysia,”‘ kata seorang ibu ketika itu padanya.
Dua puluh tahun kemudian, kondisi ini masih berlanjut bahkan semakin parah, mereka kini bahkan diusir. Jangan lupa 40 ribu orang di Dumai itu hanyalah bagian sangat kecil dari sejumlah lebih kurang 37 juta penganggur yang ada kini di Indonesia. Indah jadi gusar.
Ironisnya, ketika berkeliling di berbagai wilayah Indonesia, begitu masih banyaknya lahan-lahan tidur yang sesungguhnya bisa diolah menjadi perkebunan, sehingga jika sekadar bekerja di perkebunan, mereka tidak perlu menjadi buruh yang diusir-usir di negeri seberang tapi mengolah lahan miliknya sendiri direpublik yang sebenarnya sangat potensial ini.
Ia lalu membayangkan desa-desa yang pernah dilihatnya di Amerika, di Eropa, di Australia, begitu tertata rapi, begitu makmur, Para petani, nelayan, dan peternak berada dikumpulan orang-orang yang berpenghasilan menengah ke tinggi. Ia ingin hal tersebut terjadi di Indonesia. Ia bahkan yakin hal ini bisa terjadi. Pertanyaannya, bagaimana caranya? Caranya tentu saja banyak, dan setiap orang bisa memberikan solusinya. Inti dari semua ini adalah kemampuan manajemen yang andal. Dan, ini semua harus dimulai dari pendataan dan pemetaan awal yang dilakukan di tingkat mikro. Setiap kabupaten mendata dan memetakan potensi dan unggulan lokalnya.
Homepage kabupaten perlu di bangun untuk mendata ada berapa sarjana, jurusan apa yang kini ada di desa atau kini ke kota mencari kerja. Ada potensi apa yang bisa dikembangkan di setiap desa (perkebunan, perikanan, peternakan, pertambangan, industri, jasa, pariwisata, dsb), ada berapa tabungan rakyat yang
masuk di bank dan kini tersimpan di Kantor Besar Jakarta yang bisa ditarik ke kabupaten untuk seterusnya membangun desa.
Di era otonomi daerah hal ini bisa dilakukan. Artinya, kini tidak boleh lagi mengatakan bahwa Indonesia ini terlalu besar dengan penduduk 220 juta orang dan luas wilayah yang amat luas sehingga sulit dibuat maju, makmur, dan adil.
Mari kita katakan bahwa Indonesia ini memilik lebih kurang 350 kabupaten dan lebih kurang 70 ribu desa yang secara
serentak akan kita makmurkan.
“Jika dalam upaya pemakmuran itu tiap desa bisa membuka kesempatan kerja untuk 50 orang saja per tahun, maka jika ada 70 ribu desa berarti dalam 10
tahún bisa diciptakan 35 Juta kesempatan kerja. Jika 1n1 menjadi tekad pemerintah, pengusaha, investor, dan masyarakat, kita berharap rakyat Indonesia, termasuk yang baru dideportasi dari negeri Jiran dan kini. Dumai, dan ibu-ibu muda di desa tempat saya KKN
bisa berkata yakin Yes, Masa Depan Kami di Desa bBukan di Malaysia, kata Indah dengan tangan dikepalkan.
Penulis adalah Tokoh Senior ICMI
Tulisan ini pernah dimuat di Republika 14 Sept 2000 di rubrik Resonansi