Oleh Tubagus Soleh, Ketum Pucuk Umun BABAD BANTEN
Fenomena Kontradiktif dalam Ibadah
Apakah Anda pernah mendengar cerita tentang tokoh agama berjubah yang terlibat tindakan tercela, seperti mencabuli murid hingga hamil?
Sebaliknya, ada pula buruh kasar dengan pakaian sederhana yang selalu menyempatkan diri untuk shalat tepat waktu. Sosok ini terlihat tenang dan penuh keikhlasan saat berada di masjid.
Kehidupan sering kali menghadirkan kontradiksi. Ada yang tampak baik tetapi berperilaku buruk, dan ada pula yang terlihat biasa saja namun menunjukkan akhlak yang mulia.
Mengapa Ibadah Tidak Selalu Mencerminkan Akhlak?
Penulis pernah bergabung di berbagai grup WhatsApp, mulai dari kelompok sekuler hingga kaum agamawan. Anehnya, tidak banyak perbedaan mencolok di antara mereka. Bahkan, mereka yang rajin beribadah terkadang berbicara dengan nada yang sama kasar seperti mereka yang tidak beribadah.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendalam:
- Apakah ibadah hanya sebatas kewajiban ritual?
- Mengapa perilaku seseorang tidak selalu mencerminkan ibadah yang dilakukannya?
- Bagaimana sebenarnya kitab suci memandang hubungan antara ibadah dan akhlak?
Pesan Al-Qur’an Tentang Ibadah
Dalam Surat Al-Ankabut ayat 45, Allah berfirman:
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al-Qur’an), dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Ayat ini memberikan penjelasan yang gamblang. Shalat memiliki kekuatan untuk mencegah perbuatan buruk. Namun, mengapa masih banyak orang yang rajin shalat tetapi tetap melakukan tindakan tercela?
Mencari Makna Sejati Ibadah
Berdasarkan kenyataan tersebut, penulis meyakini bahwa makna ibadah perlu dipahami lebih dalam. Ibadah seharusnya tidak hanya menjadi rutinitas gerakan ritual, melainkan harus mencerminkan kesadaran sebagai hamba Allah.
Selain itu, ibadah juga tidak terbatas pada waktu tertentu. Sebaliknya, ia harus menjadi aktivitas yang terus berlangsung (daim), menjaga hubungan jiwa dengan Sang Pencipta dalam segala kondisi.
Bagaimana Meningkatkan Kualitas Ibadah?
Untuk mencapai tingkat ibadah yang penuh makna, ada beberapa hal yang dapat dilakukan:
- Berlatih Shalat Daim
Ibadah harus menjadi pengingat kepada Allah secara terus-menerus. Hal ini bisa dicapai melalui latihan dzikir yang konsisten. - Tafakur dan Evaluasi Diri
Meluangkan waktu untuk merenung dan mengevaluasi apakah ibadah yang dilakukan sudah memengaruhi perilaku kita secara positif. - Meningkatkan Kesadaran Spiritual
Setiap momen dalam hidup bisa menjadi bagian dari ibadah. Dengan begitu, hubungan dengan Allah akan selalu terjaga, kapan pun dan di mana pun.
Kesimpulan: Ibadah yang Bertransformasi
Ibadah sejati bukan hanya tentang menjalankan ritual, tetapi juga tentang transformasi perilaku. Ketika pemahaman kita tentang ibadah semakin mendalam, kita dapat naik kelas dari sekadar menjalankan kewajiban menuju pengalaman spiritual yang lebih bermakna.
Semoga kita semua bisa mengambil hikmah dari perjalanan ini, terus memperbaiki kualitas ibadah, dan menjadikannya sumber kebermaknaan dalam hidup.