Belajar Sejarah yang “benar”
Tangerang, Kamis 24/04/2025 (babadbanten.com). Jika banyak filsuf lainnya masih berspekulasi tentang asal mula dan masa depan kehidupan, maka filsafat dalam Islam – yang berdasarkan wahyu – sudah memberikan ilmu yang jelas dan tidak spekulatif.
Asal-usul manusia sudah sangat jelas yaitu berasal dari keturunan Adam as.
Ketika manusia menolak informasi wahyu maka secara otomatis mereka akan berspekulasi.
Malangnya berspekulasi kemudian diberi nilai yang sangat tinggi yaitu sedang berfilsafat.
Saat ini banyak mahasiswa dan sarjana muslim menerima kuliah filsafat ilmu yang menolak wahyu sebagai sumber ilmu sehingga ilmu hanya dibatasi dari sumber-sumber panca indera (empiris) dan akal (rasional).
Padahal dalam Islam, ilmu adalah hal yang sangat mendasar yang dapat mengantarkan seseorang kepada keimanan yang benar.
Ketuhanan Yang Maha Esa dalam sila pertama Pancasila adalah asas dari negara Indonesia.
Maka, sila ini pun menjelma dalam Undang-Undang Dasar 1945 terkait pendidikan yang mengamanatkan bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah melahirkan orang-orang yang beriman dan bertaqwa.
Itulah falsafah dasar dan konstitusi negara yang menjadi pijakan.
Akan tetapi, wacana yang memandang sains dari kacamata agama ini kerapkali mendapat penolakan, sangkaan negatif bahkan cibiran.
Fakta yang berlangsung dalam dunia pendidikan selama ini pun, begitu kering dari nilai-nilai keimanan.
Bahkan, tanpa disadari telah secara halus menanamkan nilai-nilai sekular kepada para pelajar.
Guru-guru pun pada umumnya masih kesulitan dalam menerjemahkan pelajaran “non-agama”, kedalam perspektif iman dan akhlaq.
Hal ini bertolak belakang dengan amanat konstitusi serta falsafah dasar negara yang telah disebutkan diatas.
Ditengah kancah dan perjalanan panjang perjumpaan Islamisasi dan sekularisasi, para pendiri bangsa Indonesia mampu merumuskan Mukaddimah UUD 1945 yang sarat dengan perspektif worldview of Islam (pandangan dalam Islam).
Naskah dasar Piagam Jakarta ini memuat konsep-konsep penting dalam Islam; tauhid, adil, adab, hikmah, syuro, wakalah, dan al-adalah al-ijtimaiyyah (keadilan sosial).
Gagasan tentang adab itu kemudian dapat dirumuskan secara sistematis, bahwa problem yang paling mendasar yang dihadapi oleh umat Islam saat ini adalah loss of adab (hilang adab).
Tiga kata kunci dalam rumusan konsep adab, yaitu hikmah, adab, dan al-adalah, uniknya tiga kata kunci ini ditemukan dalam pembukaan UUD 1945.
Maka, sulit diingkari bahwa gagasan mulia para pendiri bangsa Indonesia, adalah menciptakan terwujudnya sebuah negara yang adil dan makmur dalam naungan ridha Ilahi (baldatun thoyyibatun wa-robbun ghofur).
Negara ideal, maju dan mulia seperti itu hanya bisa terwujud jika rakyat dibimbing oleh hikmah, menegakkan adab dan mendasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa (tauhid).
“Intinya jika hendak membunuh suatu peradaban maka hilangkan rasa bangga pada peradaban itu dan putuskanlah dari sejarahnya”.
Jadi, belajar sejarah bukan sambilan apalagi asal-asalan. Pendidikan sejarah memegang peran penting dalam pendidikan nilai-nilai keimanan dan akhlak mulia, sebagian besar isi Al-Qur’an adalah sejarah.
Karena itu jangan sampai para santri, pelajar dan mahasiswa kita mendapatkan pelajaran sejarah yang membuat mereka lupa pada asal-usul dan tugas hidupnya sebagai pelanjut perjuangan para Nabi dan para ulama kita. (Raden Sadrun Muda).
Red/babadbanten.com