Maulana Yusuf bin Maulana Hasanuddin Albantani
Tangerang, Ahad 06/07/2025 (babadbanten.com). Dalam Islam, “Maulana” (مولانا) adalah gelar kehormatan yang berarti “tuan kami” atau “pelindung kami”. Gelar ini biasanya diberikan kepada ulama, pemimpin agama, atau tokoh yang dihormati, yang menunjukkan otoritas spiritual dan pengetahuan mendalam tentang ajaran Islam.
Dalam keilmuan hadist, Gelar “Maulana” yang diberikan kepada ulama hadis adalah bentuk penghormatan atas pengetahuan dan otoritas mereka dalam bidang ilmu hadis, mengakui kepakaran dan kedalaman pemahaman mereka terhadap ajaran Islam yang bersumber dari hadis dan hafal puluhan ribu hadist.
Maulana Yusuf lahir -/+ 1500 M, lahir dari pasangan Maulana Hasanuddin (ayah) bin Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dan Ratu Ayu Kirana (ibu) binti Raden Patah Sultan Demak pertama.
Jelas secara nasab mewarisi trah yang sangat Agung. Dari sisi Ayah mewarisi Trah terkuat sebagai Pewaris Tanah Sunda sebelah Barat. Dan dari sisi Ibunya, mewarisi darah Brawijaya sebagai Penguasa Wilwatikta, sebuah Entitas yang pernah memiliki Hegemoni Dwipantara saat itu, Demak mengklaim diri sebagai penerus tahta Wilwatikta.
Yusuf kecil, sebagaimana tradisi keluarga, dididik secara tradisi di pasantren yang sangat kental. Sebagaimana leluhur-leluhurnya, bahwa sebagai putera mahkota, Yusuf kecil dididik oleh pengajar-pengajar luar biasa pada masanya.
Sebagaimana tugas yang diberikan oleh Ayahandanya dari Kakek, yaitu sebagai Benteng Islam lahir batin, agar tidak terjadi seperti Islam di semenanjung Iberia yang dibantai dan terhina serta terusir.
Yusuf kecil sangat gemar akan ilmu pengetahuan khususnya dalam pengetahuan agama islam dan hadist.
Dalam Manaqib Banten, Yusuf muda melanglangbuana dan tumbuh sebagai Ulama Besar di zamannya.
1517 Kesultanan Ottoman Turki menguasai Haramain, dan menjadi Khalifah bagi dunia Islam. Yusuf muda amat sangat mengamati perubahan Politik Dunia Islam saat itu, dan menjadi salah satu Syaikhul Islam pada masanya. Keilmuan beliau diterima oleh Kesultanan Ottoman Turki, sehingga pendapat Maulana Yusuf juga sangat didengar dan dipatuhi oleh para Mufti Kesultanan Ottoman Turki.
Sebagai “Maulana” yang diakui keilmuannya dan memiliki otoritas dalam memutuskan Hukum, maka keilmuan Maulana Yusuf sangat luar biasa, beliau menjadi salah satu rujukan pada masanya bagi kesultanan-kesultanan Islam, tidak terkecuali Kesultanan Ottoman Turki.
Beliau memiliki pengetahuan yang luar biasa di bidang agama, dan pergaulan internasional yang luas karena keilmuan beliau yang menjadikan beliau hadir di negeri-negeri muslim.
Kesibukan dan kegemaran mengajar, membuat beliau kerap melanglangbuana. Termaktub dalam manaqib banten pada saat beliau akan dilantik menggantikan Ayahandanya, beliau sedang melanglangbuana dan sibuk dengan urusan internasionalnya.
Akan tetapi beliau akhirnya menerima tahta Kesultanan Banten demi perjuangan agama juga estafet leluhur.
Beliau bertahta selepas meninggalnya ayahandanya Maulana Hasanuddin pada tahun 1570.
Tahun 1579 beliau mengakhiri tahta Sunda Pakuan, ditandai dengan dipindahkannya “Watu Gilang” ke Istana Surasowan, sedangkan Mahkota Binokasih, dibiarkan dimiliki oleh Saudaranya yaitu Pangeran Geusan Ulun sebagai bentuk pengakuan penerus Tahta Sunda Galuh, sebagaimana pemisahan Ciung Wanara dengan Hariang Banga, juga sebagaimana Prbhu Dewaniskala dengan Prbhu Susuktunggal.
Selepas wilayah Sunda Pakuan diambilalih, beliau menetapkan batas wilayah Banten sampai dengan Citarum.
Kemudian dengan pengetahuannya beliau membangun Banten dengan sangat baik, ditata semua kota dan pelabuhan dan membentengi wilayah Banten dengan cahaya Islam sebagaimana estafet dari leluhurnya.
1585 Maulana Yusuf meninggal dunia, dan digantikan oleh puteranya Maulana Muhammad Nashiruddin.
Penulis Tubagus Taufik Nanggadipura adalah Pengurus Pucuk Umun BABAD BANTEN
editor : TS101
















