Jakarta (babadbanten.com). Raja Mataram adalah keturunan Majapahit via Bondan Kejawan yang merupakan anak Raja Majapahit terakhir, Brawijaya. Brawijaya sendiri kemudian dikalahkan oleh anaknya yang lain, yakni Raden Patah yang kemudian mendirikan kesultanan Demak. Ini adalah tema sentral yang banyak ditemui di babad-babad era Mataram Islam, yang kemungkinan bersumber dari Babad Tanah Jawi yang versi paling tuanya dapat dilacak sampai pada tahun 1722 M.
Diluar sastra Jawa Mataram, Raja Mataram adalah keturunan Majapahit via Lembu Peteng (Bondan Kejawan) juga dicatat di Sajarah Banten yang diperkirakan ditulis pada 1662/1663 M. Sejauh yang saya tahu, Sajarah Banten (1662/1663 M) adalah naskah tertua yang mencatat hal ini.
Namun bagaimana hal ini jika ditinjau berdasarkan sumber-sumber Belanda?
– Menurut J.P. Coen (1600an awal M):
Kakek Sultan Agung adalah rakyat biasa dari Mataram yang bekerja sebagai pembawa sirih raja Pati
-Menurut François Valentyn dalam Oud en Nieuw Oost-Indiën (1724 M):
Raja pertama Mataram bernama Srubut dulunya adalah seorang budak Sultan Demak yang biasa menyabit rumput bagi kuda kuda sultan
– Menurut Jacob Couper dalam Dahg-Register (1684 M):
Kiai Gede Mataram adalah penyambit rumput kuda Sultan Demak
– Menurut Cornelis Spellman berdasarkan silsilah yang disampaikan oleh pejabat kraton Mataram, Jaga Pati (1677 M):
Kiai Gede Mataram adalah seorang pejabat tinggi dan pembantu pribadi Sultan Pajang
Dari sumber-sumber Belanda tahun 1600an-1700an awal M, dikatakan leluhur raja Mataram adalah abdi dalem (pembawa sirih/penyambit rumput kuda, pejabat tinggi) yang mengabdi pada Sultan Demak atau Sultan Pajang. Jadi setidaknya pada masa tersebut orang-orang Belanda belum mendengar keterkaitan antara leluhur raja Mataram dengan Majapahit
Sedangakn di luar Jawa, pada tahun 1638 M, menurut sumber Belanda, Susuhunan Agung (gelar Sultan Agung sebelum menggunakan gelar “Sultan”) diejek oleh Raja Bali (tidak disebutkan namanya) dengan sebutan Key Patee (Kiai Patih), dianggap hanya sebagai sekelas penguasa rendahan. Hal ini tentunya mengingatkan kita ketika Trunojoyo menghina Sunan Amangkurat II dengan ungkapan “raja keturunan petani”. Raja Bali dan Trunojoyo sendiri juga sama-sama mengklaim diri mereka keturunan raja Majapahit dan mereka mungkin menganggap raja Mataram tidak setara dengan mereka karena raja Mataram tidak dianggap sebagai keturunan raja Majapahit
Hal ini mengindikasikan bahwa diluar wilayah legitimasi Mataram, banyak pihak yang meragukan klaim legitimasi Mataram sebagai keturunan Majapahit via Bondan Kejawan, seperti Raja Bali dan Trunojoyo yang berasal dari Madura
Kesimpulan:
– Naskah Jawa Mataram tertua yang menyebutkan bahwa raja Mataram keturunan Majapahit adalah Babad Tanah Jawi (1722 M), di Mataram era pemerintahan Amangkurat IV
– Namun naskah lokal paling tua yang menyebutkan raja Mataram keturunan Majapahit adalah Sajarah Banten (1662-1663), di Mataram era pemerintahan Amangkurat I
– Sumber-sumber Belanda tahun 1600an-1700an awal M tidak ada yang menyebutkan keterkaitan antara Raja Mataram dan Majapahit
– Beberapa Raja dan bangsawan luar Jawa seperti Raja Bali dan Trunojoyo dari Madura pada tahun 1600an mengejek raja Mataram sebagai Kiai Patih dan Raja keturunan petani.
Pertanyaan:
– Apakah klaim bahwa raja Mataram adalah keturunan Majapahit belum muncul ketika Panembahan Senopati &Sultan Agung berkuasa? Mengingat bahwa sumber lokal tertua yang menyebutkan raja Mataram keturunan Majapahit pertama kali muncul pada 1662/1663 M, sudah era pemerintahan Amangkurat I
– Apakah kemudian cerita-cerita seperti Panembahan Senopati & Sultan Agung bertemu dengan Ratu Kidul adalah cerita-cerita yang ditulis kemudian (anakronis) yang muncul jauh setelah wafatnya sultan Agung? (red/ts/101)
sumber: WAG DEKKAN
















