Pesan Sufi dari Syeikh Tubagus Fahman Arafat Rois JATMAN Wustho Banten
Banten (babadbanten.com)
Rahmat Allah mengalahkan murka-Nya. Oleh karena itu, buka pintu rahmat Allah seluas-luasnya, bahkan kepada mereka yang memusuhi ajakan untuk memeluk agama ini secara kaffah. Ikuti Al-Qur’an sebagai sunnatullah, amalkan hadits sebagai sunnah Nabi, dan praktikkan tarekat sebagai sunnah para aulia Allah.
Refleksi dari Para Ulama Sebelumnya
Jika kita menilik sejarah, para ulama terdahulu mengajarkan kita untuk tidak mengedepankan kekerasan dalam berdakwah. Kekerasan hanya akan merugikan umat. Sebaliknya, berdakwah dengan dzikir akan lebih mendekatkan kita kepada Allah. Mengajak orang tanpa hidayah hanya akan menguras tenaga, meskipun banyak pahala yang bisa didapatkan. Para nabi dan rasul menyadari bahwa tanpa hidayah Allah, mereka bukanlah siapa-siapa, begitu juga dengan para aulia Allah.
Pentingnya Hidayah dalam Berdakwah
Allah berfirman dalam Al-Qur’an,
إنك لا تهدى من أحببت إن الله يهدى من يشاء
“Sesungguhnya engkau tidak dapat memberi petunjuk kepada siapa yang engkau cintai, tetapi Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Qasas: 56)
Dakwah dengan Ahwal, Bukan Hanya Kata-kata
Para ulama tasawuf dan tarekat tidak hanya mengajarkan dengan lisan atau dengan kekuatan tangan. Mereka mendidik umat dengan ahwal (keadaan batin) mereka, yang bersumber dari ahwal rabbani (keadaan yang berasal dari Allah). Mengajar dengan lisan hanya sampai pada lisan, mengajar dengan akal hanya sampai pada akal, mengajar dengan hati hanya sampai pada hati, namun mengajar dengan ruhani sampai pada ruhani.
Pentingnya Sanad dan Ilmu yang Diajarkan dengan Tanggung Jawab
Agama tanpa hakikatnya akan kehilangan akar, layu dan rusak. Ilmu tanpa sanad akan menyebabkan seseorang berbicara tanpa dasar. Sanad merupakan bagian dari agama, dan ini sangat penting. Oleh karena itu, meskipun seorang alim hanya memiliki sedikit ilmu, tetapi jika ia memiliki silsilah dan sanad ruhaniyah, maka umat akan mendengarkan dan mengikutinya.
Perjuangan di Zaman Penjajahan
Di masa penjajahan, para penjajah berusaha menghancurkan kekuatan jiwa bangsa yang dijajah. Mereka tidak hanya menggunakan politik adu domba dan politik belah bambu, tetapi juga berusaha mengaburkan sejarah bangsa. Salah satu cara yang dilakukan adalah memisahkan umat Islam dari tasawuf dan tarekat mereka, serta membatasi ibadah Islam hanya pada ritual di dalam masjid. Sementara urusan umat di luar masjid diserahkan kepada penjajah.
Konsekuensi Pemisahan Tasawuf dan Tarekat dalam Islam
Akibat dari pemisahan ini, umat Islam tidak lagi dapat merasakan Islam sebagai rahmat lil ‘alamin, kecuali di dalam masjid. Keadaan ini membuat umat Islam semakin terpuruk dalam berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, umat memerlukan pemimpin yang mampu mempersatukan, bukan hanya pemimpin yang pandai dalam kekerasan, tetapi juga yang mampu merangkul semua lapisan umat.
Ulama yang Memahami Syariat dan Tasawuf
Umat Islam membutuhkan sosok ulama yang tidak hanya menguasai syariat, tetapi juga memahami tasawuf, tarekat, dan hakikatnya. Agar umat tidak dididik untuk saling menyalahkan, tetapi untuk saling menguatkan. “Rahmat Allah datang kepada murid-muridnya melalui bathin guru yang haqiqi. Silsilah ruhaniyah ini ibarat pipa yang menghubungkan guru dengan gurunya, hingga sampai kepada bathin Rasulullah SAW, dari Malaikat Jibril, dan kembali kepada Allah, Robbul ‘Arbab.”
Penutup
Wallahu a’lam.
















