Kesultanan Kacirebonan adalah salah satu kerajaan besar di Cirebon, yang lahir setelah pecahnya Kesultanan Kanoman. Proses terbentuknya kesultanan ini berawal dari perjuangan melawan penjajahan Belanda yang melibatkan berbagai tokoh penting, seperti Sultan Matangaji, Pangeran Suryanegara, dan Bagus Rangin.
Awal Perjuangan Melawan Belanda
Setelah Sultan Matangaji wafat pada tahun 1786, perjuangannya diteruskan oleh adiknya, Pangeran Suryanegara. Ketika Pangeran Suryanegara meninggal, Bagus Rangin melanjutkan perlawanan melawan kekuasaan Belanda di Cirebon. Perlawanan ini semakin meluas, melibatkan banyak kalangan, termasuk bangsawan Kesultanan Kanoman dan ulama seperti Mbah Muqoyyim, pendiri Pesantren Buntet.
Pangeran Raja Kanoman, yang saat itu merupakan putra mahkota, juga memutuskan untuk keluar dari istana. Ia bergabung dengan para pejuang, meninggalkan kehidupan istana demi mendukung perjuangan rakyat melawan Belanda.
Penangkapan Pangeran Raja Kanoman
Pada tahun 1803, Belanda menangkap Pangeran Raja Kanoman di Pesantren Pesawahan. Penangkapan ini terjadi saat ia menghadiri sebuah acara pernikahan. Meskipun Pangeran berhasil ditangkap dan dibuang ke Ambon, Mbah Muqoyyim dan para pejuang lainnya tetap melanjutkan perjuangan.
Kondisi ini memaksa Belanda dan pejabat Kesultanan Kanoman menawarkan gencatan senjata pada tahun 1807. Salah satu syarat yang diajukan oleh para pejuang adalah pemulangan Pangeran Raja Kanoman ke Cirebon serta pengembalian hak-haknya sebagai putra mahkota.
Terbentuknya Kesultanan Kacirebonan
Pada tahun 1808, Pangeran Raja Kanoman dipulangkan ke Cirebon. Namun, karena posisi Sultan Kanoman telah diisi oleh adiknya, wilayah kekuasaan Kanoman akhirnya dibagi menjadi dua. Setengah kekuasaan diberikan kepada Pangeran Raja Kanoman, yang kemudian dikenal sebagai Sultan Kacirebonan I dengan gelar Sultan Carbon Buhhairudin Amirul Mukminan Carbon.
Wilayah kekuasaan baru ini menjadi cikal bakal Kesultanan Kacirebonan. Sultan Kacirebonan I memilih tinggal di Taman Sari Sunyaragi dan tidak pernah menggunakan gaji bulanan yang diberikan oleh Belanda. Hingga wafat pada tahun 1810, Sultan tetap mendukung perjuangan rakyat secara diam-diam.
Peran Ratu Raja Resminingpuri
Setelah Sultan Kacirebonan I wafat, istrinya, Ratu Raja Resminingpuri, mengambil alih tanggung jawab. Ia memanfaatkan gaji suaminya yang belum pernah diambil selama tiga tahun untuk membangun keraton. Keraton tersebut kemudian dikenal sebagai Keraton Kacirebonan, menjadi tempat tinggal dirinya dan anak-anaknya.
Perjuangan Berlanjut di Era Raffles
Pada tahun 1811, gencatan senjata antara Belanda dan para pejuang berakhir. Inggris, yang mengambil alih kekuasaan di Jawa, memimpin pemerintahan melalui Raffles. Di bawah kepemimpinan Bagus Rangin, perang besar kembali berkobar di wilayah Cirebon, melanjutkan semangat perjuangan melawan penjajahan.
Kesimpulan
Kesultanan Kacirebonan lahir dari perjuangan panjang melawan penjajahan dan konflik internal dalam Kesultanan Kanoman. Sejarah ini menunjukkan semangat juang yang tinggi dari para tokoh dan masyarakat Cirebon, yang terus berjuang demi kebebasan dan keadilan.