Tangerang (babadbanten.com) – Hingga saat ini, saya masih menyimpan kenangan belajar Ilmu Asror dan Ilmu Hawa. Dulu, kami berpuasa bersama teman-teman di kampung tanpa memandang status. Santri atau bukan, semua boleh belajar.
Di kampung saya, untuk mempelajari Ilmu Asror, seseorang harus terlebih dahulu mengambil ijazah dari “Mang Udin” (nama disamarkan). Setelah itu, proses pembelajarannya dilalui dengan puasa. Untuk tingkat dasar, puasa dilakukan selama tujuh hari, sementara tingkat lanjutan mengikuti bimbingan guru.
Sebagai anak muda, kami sangat antusias. Kami berpuasa, berdzikir, berlatih, dan menjalani ujian kelulusan yang diawasi langsung oleh guru. Ilmu Asror menjadi aktivitas menyenangkan di tengah jadwal pesantren yang padat dengan kajian kitab kuning.
Rutinitas Pesantren dan Kenangan Ilmu Asror
Kami biasa bangun pukul tiga pagi untuk mengaji hingga pukul tujuh. Setelah itu, sebagian dari kami melanjutkan ke sekolah. Meskipun jadwalnya padat dan melelahkan, kami menjalani semuanya dengan ceria. Belajar Ilmu Asror menjadi semacam hiburan. Apalagi saat malam Jumat, suasananya semakin seru. Semua murid berkumpul, maju ke gelanggang, dan menunjukkan kemampuan mereka di depan masyarakat kampung.
Biasanya, mereka yang menjalani puasanya dengan mantap akan menunjukkan hasil yang luar biasa. Sekali gibas, lawan bisa terjungkal. Pertarungan ini selalu disambut riuh tepuk tangan dari penonton. Momen ini meningkatkan semangat murid-murid untuk terus berlatih.
Ilmu Hawa: Kehebatan yang Mengagumkan
Setelah mempelajari Ilmu Asror, biasanya para murid melanjutkan dengan Ilmu Hawa, yang sering disebut sebagai Ilmu Kontak. Kemampuan ini memungkinkan seseorang memukul tanpa menyentuh. Jika dikuasai dengan matang, Ilmu Hawa sangat dahsyat. Sebelum menyentuh, lawan sudah terkapar. Bahkan, ketika emosi lawan memuncak, ia bisa langsung kalah hanya dengan sekali gibas.
Pemegang Ilmu Hawa biasanya adalah orang yang tenang dan kalem, tetapi mematikan. Mereka tidak mudah terpancing emosi. Sebaliknya, mereka sering memancing amarah lawan agar lebih mudah melumpuhkannya.
Pesantren dan Tradisi Ilmu Hikmah
Dulu, kampung kami memiliki pesantren yang secara rutin menggelar ijazah kubro untuk ilmu-ilmu hikmah tingkat tinggi. Semua jenis ilmu diajarkan, biasanya menggunakan kitab Samsul Ma’rif yang dianggap sangat lengkap. Tradisi ini menjadi bagian penting dari kehidupan kampung.
Kehilangan yang Menyedihkan
Namun kini, semua itu tinggal cerita. Ilmu Asror dan Ilmu Hawa perlahan menghilang dari kampung kita. Tidak ada lagi ijazah kubro, tidak ada lagi tradisi yang mempertemukan masyarakat melalui ilmu hikmah. Kehilangan ini membuat saya merasa sangat sedih.
Penulis adalah Tubagus Soleh, Ketua Umum BABAD BANTEN. Artikel ini diedit oleh Soleh dan Fitra.
















