Usia 52 Tahun: Abuya Hasan Armin Cibuntu Mendirikan Pesantren
Catatan Sufi Syeikh Tubagus Fahman Arafat, Rois JATMAN Wustho Banten
BabadBanten.com, Pandeglang
Awal Mendirikan Pesantren
Pada usia 52 tahun, sepulang dari Makkah pada 1932, Abuya Hasan Armin Cibuntu memulai langkah besar dalam hidupnya. Setelah menjalani khalwat di makam Syeikh Abdul Qadir al-Jailani, ia mendirikan pesantren di Kampung Cibuntu, Pandeglang, Banten. Niatnya tulus: mengamalkan ilmu yang diperoleh dari guru-gurunya di Makkah, Madinah, Palestina, dan Baghdad.
Pesantren ini menjadi tempat bagi Abuya untuk mendidik santri dari berbagai tingkatan. Ia mengajarkan konsep ta’lim, tarbiyah, dan tarqiyah. Selain itu, ia mengijazahkan Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah serta mengajarkan ilmu hikmah, keimanan, dan sholat. Baginya, tidak semua yang datang mencari mutiara, tetapi setiap individu diberi pelajaran sesuai tingkat pemahamannya.
Pendirian Masjid Al-Hasaniah
Seiring meningkatnya jumlah santri dan jamaah, mushola yang ada tidak lagi mencukupi. Pada akhir 1937, Abuya mendirikan Masjid Al-Hasaniah. Masjid ini memiliki keunikan karena menyerupai Masjid Syeikh Abdul Qadir al-Jailani di Baghdad. Masjid tersebut menjadi pusat kegiatan keagamaan dan simbol perjuangan Abuya dalam menyebarkan ajaran Islam.
Perjalanan Spiritual ke Berbagai Negara
Abuya Hasan Armin Cibuntu dikenal sering melakukan perjalanan spiritual ke makam para nabi, imam madzhab, dan wali Allah. Negara-negara yang pernah ia kunjungi meliputi Singapura, Pakistan, Mesir, Bahrain, Qatar, dan Arab Saudi. Perjalanannya terkadang ditemani teman seperguruannya, putranya, atau cucunya.
Pada 1974, ketika sedang berhaji bersama keluarganya, ibu penulis melahirkan penulis di Makkah pada 9 Dzulhijjah, tepat saat wukuf di Arafah. Momen ini menjadi kenangan spiritual yang tak terlupakan.
Guru-Guru Abuya Hasan Armin Cibuntu
Abuya mendapatkan bimbingan dari banyak ulama besar yang membentuk kepribadiannya:
- Di Banten: K.H. Agus (Kampung Pancur, Ciomas), K.H. Ali (Barugbug, Ciomas), K.H. Muhammad Siddiq (Koranji Menes, Pandeglang), dan K.H. Ahmad (Cikawung, Ciomas).
- Di Makkah: Syeikh Umar Hamdan, Syeikh Ali Nahari, Syeikh Sayyid Ibrahim, K.H. Abdul Halim, K.H. Hasan Lengkong, K.H. Yasir, dan K.H. Abdul Karim Tanara al-Bantani.
- Di Madinah: Syeikh Sayyid Muhsin Al-Madani.
- Di Baghdad: Syeikh Abdul Karim al-Baghdadi dan Syeikh Baqi al-Baghdadi.
- Di Palestina: Beliau belajar selama enam tahun.
Sosok Ulama yang Robbani
Abuya Hasan Armin Cibuntu adalah ulama besar yang hidup untuk beribadah dan berdzikir kepada Allah. Ia tidak pernah meninggalkan sholat lima waktu dan selalu melakukannya tepat waktu, bahkan menjelang wafatnya. Ia juga konsisten menjalankan ibadah sunnah seperti tahajjud, dhuha, puasa, serta membaca Al-Qur’an dan kitab-kitab agama.
Keyakinannya pada sabda Rasulullah SAW bahwa siapa yang mencari kehidupan akhirat akan diberikan dunia dan akhirat membuatnya hidup sederhana, sabar, dan penuh kesungguhan. Kesabaran menjadi maqom beliau sebagai seorang wali Allah. Kebersihan hati dan jasad pun selalu ia jaga, mencerminkan sifat seorang sufi sejati.
Warisan Spiritual yang Abadi
Rumah dan tempat ibadahnya selalu terjaga kebersihannya. Abuya mengajarkan bahwa kebersihan lahir dan batin adalah sifat penting seorang hamba Allah. Hingga akhir hayatnya, ia menjadi teladan kesalehan, keilmuan, dan pengabdian kepada masyarakat.
Wallahu a’lam.